Oleh: Kahar, Ak.*)
Dampak dari dikeluarkannya paket regulasi pengelolaan keuangan negara yang dimulai pada tahun 2003 dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tetang Keuangan Negara membawa perubahan yang terus menerus sampai saat ini. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tetang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagai pengganti SAP sebelumnya, kebijakan di bidang pengelolaan keuangan dan aset pemerintah, sampai dengan saat ini masih menyisakan banyak pekerjaan rumah bagi semua pihak untuk melaksanakannya. Salah satunya adalah penyusutan Aset Tetap pemerintah sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 7 tetang Aset Tetap dan Buletin Teknis SAP # 5 tentang Akuntansi Penyusutan. Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih banyak menyoroti pengelolaan Aset Tetap dan permasalahannya, bahkan menjadi dasar untuk mengkualifikasi laporan keuangan. Bila ruang lingkup pemeriksaan sampai pada penerapan penyusutan aset, besar kemungkinan akan berdampak negatif pada perubahan opini atas laporan keuangan yang disajikan pemerintah.
Faktor Penentu Penyusutan
Terkait dengan penyusutan Aset Tetap, terdapat tiga faktor yang harus diperhitungkan dalam menentukan jumlah beban penyusutan (beban depresiasi) Aset Tetap, yaitu:
a. Harga perolehan aset tetap
Harga perolehan yaitu sejumlah uang yang dikeluarkan dalam memperoleh aktiva tetap hingga siap digunakan.
b. Masa manfaat yang diharapkan:
1) Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik; atau
2) Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik.
c. Perkiraan nilai aset tetap pada akhir masa manfaat (nilai residu/nilai sisa)
Nilai sisa atau nilai residu adalah jumlah yang diperkirakan dapat direalisasikan pada saat aktiva tidak digunakan lagi.
Metode Penyusutan
PSAP # 7 paragraf 53 menyatakan bahwa penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu Aset Tetap yang dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang bersangkutan. Selanjutnya, PSAP # 7 paragraf 57 memperkenalkan tiga jenis metode penyusutan yang dapat dipergunakan antara lain:
a. Metode garis lurus (straight line method).
Metode penyusutan ini merupakan metode penyusutan yang paling sederhana karena beban penyusutan dibagi rata selama masa umur manfaat.
Rumus Penyusutan = |
Nilai Perolehan – Nilai Residu |
Umur Manfaat |
Idealnya metode ini digunakan untuk aset tetap yang diperkirakan memberikan manfaat yang relatif merata sepanjang masa manfaat.
b. Metode saldo menurun ganda (double declining balance method).
Metode penyusutan ini dihitung berdasarkan nilai buku dengan tarif dua kali tarif penyusutan garis lurus. Rumus penyusutan dalam Buletin Teknis # 5 adalah:
Penyusutan per periode = |
(Nilai yang dapat disusutkan - akumulasi penyusutan periode sebelumnya) X Tarif Penyusutan* |
|
*Tarif Penyusutan = |
1 |
X 100% X 2 |
Masa manfaat |
Metode penyusutan ini lebih cocok diterapkan pada aset tetap yang memiliki manfaat ekonomis yang semakin menurun dari tahun ke tahun dan peralatan berteknologi tinggi seperti komputer yang setiap saat muncul produk yang lebih canggih.
c. Metode unit produksi (unit of production method).
Metode penyusutan ini didasarkan pada jumlah produksi per periode di bagi dengan jumlah produksi keseluruhan yang diestimasi.
Penyusutan per periode = |
Produksi Periode berjalan X Tarif Penyusutan** |
|
**Tarif Penyusutan = |
Nilai yang dapat disusutkan |
|
Masa manfaat |
|
Metode penyusutan ini lebih cocok diterapkan pada aset tetap yang dapat dihitung produktivitasnya seperti alat-alat berat dan mesin-mesin produksi.
Permasalahan
Pada prinsipnya Aset Tetap harus dicatat per unit, mengingat setiap unit Aset Tetap memiliki keunikan, karakteristik, dan kondisi yang berbeda satu sama lain walaupun mungkin diperoleh pada saat yang sama. Beberapa permasalahan yang mungkin akan menjadi kendala dalam penerapan penyusutan pada Aset Tetap pemerintah yang berdampak pada ketidakakuratan laporan keuangan antara lain:
a. Belum semua Aset Tetap tercatat dalam daftar Aset Tetap dan belum memiliki harga perolehan yang dianggap wajar.
Keberadaan bukti perolehan sangat diperlukan untuk mencatat Aset Tetap pada satuan kerja pemerintah. Sementara itu, masih banyak dijumpai dropping barang dari unit kerja atasan yang tidak dilengkapi dengan dokumen tersebut, sehingga menyulitkan pencatatan dan pengakuan nilai Aset Tetap. Pada satuan kerja yang melakukan pencatatan aset tersebut biasanya diberi nilai Rp1,00/unit yang secara otomatis tidak dapat dilakukan penyusutan. Padahal, barangnya dalam kondisi baik dan dioperasionalkan.
b. Pencatatan Aset Tetap belum sesuai kelompok dan belum terinci per unit.
Kalau dilihat dari daftar aset yang dibuat satuan kerja, masih banyak dijumpai pencatatan Aset Tetap secara gabungan dan belum per unit. Sebagai contoh meubelair satu unit dengan nilai sampai ratusan juta yang pada kenyataannya terdiri atas banyak unit dan dari berbagai kelompok Aset Tetap. Dengan demikian apabila penyusutan dilakukan berdasarkan kelompok aset akan terjadi salah tarif penyusutan.
c. Keberadaan dan kondisi Aset Tetap masih diragukan.
Daftar Aset Tetap pada satuan kerja yang seharusnya mencerminkan keberadaan dan kondisi aset pada satuan kerja menjadi informasi yang sering diragukan, karena banyak Aset Tetap tidak di-update kondisinya. Selain itu, ada Aset Tetap yang telah berpindah ke satuan kerja lain tetapi masih tercatat di satuan kerja yang lama. Untuk perpindahan Aset Tetap antar satuan kerja tidak segera ditindaklanjuti dengan dokumen penetapan status penggunaan aset kepada satuan kerja tujuan.
d. Kesulitan menentukan umur manfaat.
Faktor umur manfaat merupakan hal yang sangat penting terkait dengan penerapan penyusutan Aset Tetap. Namun pada kenyataannya dengan banyaknya jenis, type dan bahan baku akan menjadi hal yang dapat diperdebatkan dalam menentukan umur manfaat Aset Tetap.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 59/KMK.6/2013 tentang Tabel Masa Manfaat dalam Rangka Penyusutan Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap pada Entitas Pemerintah Pusat, merupakan kebijakan yang dapat menjadi acuan walaupun pada kenyataan di lapangan nanti akan ada perdebatan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan persepsi penentuan umur manfaat berdasarkan kelompok aset. Kalau dilihat lebih detail atas rincian per unit barang, terdapat barang yang memiliki masa manfaat tidak sama dengan bila dilihat per kelompok.
Simpulan
Penyusutan Aset Tetap bukanlah hal yang sulit apabila pencatatan Aset Tetap telah dilakukan secara benar. Namun pada kenyataannya pencatatan Aset Tetap belum sesuai dengan yang diharapkan. Penyusutan Aset Tetap pemerintah masih membutuhkan kerja keras semua pihak dan dukungan dari para pejabat pengambil keputusan. Kebijakan-kebijakan pada tingkat pelaksanaan masih sangat dibutuhkan untuk penyamaan persepsi terkait dengan pengelolaan Aset Tetap. Disamping itu, juga diperlukan tenaga pengelola Aset Tetap yang kompeten dan berkomitmen dalam pengelolaan Aset Tetap pemerintah.
* Penulis adalah Auditor Madya BPKP Perwailan Prov. Jawa Tengah
TENTANG KAMI |
Kata Pengantar |
Gambaran Umum |
Visi Misi |
Struktur Organisasi |
Sumber Daya Manusia |
Sarana Prasarana |
Tugas Pokok dan Fungsi |
PRODUK LAYANAN BIDANG / BAGIAN |
Bidang Akuntabilitas Pemerintah Daerah |
Bidang Akuntan Negara |
Bidang Investigasi |
Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Pusat |
Bagian Umum |
Bidang Program dan Pelaporan / P3A |
DOKUMEN SAKIP |
Rencana Strategis |
L A K I P / L A P K I N |
Perjanjian Kinerja |
RENCANA AKSI KINERJA / RENCANA KERJA |
DAFTAR INFORMASI PUBLIK |
Informasi Berkala |
Informasi Serta Merta |
Informasi Setiap Saat |
Permohonan Informasi Publik |
Informasi Yang Dikecualikabn |
LHKPN PEJABAT BPKP JATENG |
SOP LAYANAN INFORMASI |